Thursday, May 31, 2012

Cicak dan Siul Perkutut di Penjara Banceuy




Masuk-keluar penjara bagi Sukarno adalah konsekuensi perjuangan. Penjara Banceuy adalah satu kisah tersendiri dalam perjalanan hidup pahlawan proklamator kita. Aktivitas politiknya bersama wadah PNI telah menyeretnya ke jerat hukum, hukum Hindia Belanda tentunya! Ia dituding –atau tepatnya diskenariokan– sebagai provokator yang sedia melakukan pemberontakan.


Dalih itu pula yang dijadikan pembenar bagi Belanda untuk menyergap, menggerebek, dan membekuk Sukarno dan kawan-kawan seperjuangan. Awal tahun 1930 ia diringkus dan dijebloskan ke Penjara Banceuy. Bangunan penjara yang didirikan abad ke-19 itu, kondisinya kotor, bobrok, dan tua. Di dalamnya terdapat dua bagian sel, masing-masing untuk tahanan politik, dan tahanan pepetek. Sebuah sebutan untuk rakyat jelata.


Sukarno sebagai tahanan politik, menempati Blok F kamar nomor 5. Teman seperjuangan, Gatot di sel 7, Maskun di sel nomor 9, dan Supriadinata 11. Lebar sel yang ditempati Sukarno hanyalah 1,5 meter persegi, yang separuhnya sudah terpakai untuk tidur. Sel itu tak berjendela, pengap, berpintu besi, dengan lubang kecil yang hanya bisa dipakai mengintip lurus ke depan. Sukarno merasakan betapa lembab, pekat, dan melemaskan suasana “kuburan” Banceuy.


Teman Sukarno selama di Banceuy hanya cicak-cicak di dinding. Ketika makanan diantar, ia akan berbagi nasi dengan cicak-cicak itu. “Teman” yang lain? Adalah bayangan-bayangan ghaib yang hingga ajalnya, Sukarno sendiri tak pernah bisa memecahkannya.






Yang pertama adalah bayangan ketika ia merebahkan diri, memejamkan mata, dan tangan kanannya membesar… besar… besar… bahkan serasa lebih besar dari ruang sel itu sendiri. Kemudian secara perlayan berangsur mengecil hingga ke ukuran normal. Membesarnya tangan kanan, hanya bisa diduga sebagai satu perlambang akan besarnya kekuasaan yang ada pada tangan Sukarno di kelak kemudian hari. Entahlah.


Bayangan yang lain adalah suara burung perkutut. Ini tentu ganjil, mengingat penjara Banceuy terletak di pusat kota Bandung, tidak ada burung hidup di sekitar penjara. Namun ketika malam telah larut, suasana sunyi senyap, Sukarno mendengar suara burung perkutut, bersiul, menyanyi, begitu jelas hingga seolah ia rasakan ada di pangkuannya. Anehnya, tak seorang pun pernah mendengarnya, kecuali Sukarno.
Cicak-cicak di dinding serta suara burung perkutut di ujung malam, adalah sahabat Sukarno melewati hari-hari yang berat di Penjara Banceuy.

Sumber