Thursday, May 31, 2012
Cara Pandang Bung Karno tentang Pakaian
Rasanya untuk statemen yang satu ini, saya harus gambling… sebab memang belum ada satu rujukan pun yang pernah saya jumpai terkait hal yang jadi bahasan posting-an ini. Ini soal cara Bung Karno berpakaian. Bahwa sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga maut menjemput, belum pernah sekali pun Bung Karno mengenakan pakaian daerah. Sekali lagi, ini statemen spekulatif. Karenanya, saya harus berani mempertaruhkan kredibilitas.
Satu-satunya rujukan yang pernah saya baca hanyalah keterangan Bambang Widjanarko, ajudan Bung Karno. Katanya, selama delapan tahun menjadi ajudan Bung Karno, belum pernah sekalipun ia melihat Bung Karno mengenakan pakaian adat. Hal ini tentu saja mendatangkan pertanyaan banyak pihak, termasuk Bambang. Karenanya, pada saat santai di tahun 1964, Bambang melihat satu kesempatan yang baik untuk menanyakan hal itu. Dan,.. Bung Karno pun memberi penjelasan….
“Sejak dulu sampai sekarang dan untuk seterusnya, yang amat aku dambakan adalah kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Karena aku ditakdirkan menjadi pemimpin, dan sekarang menjadi Presiden Indonesia, aku harus mengorbankan kesukuan Jawa-ku, untuk membuktikan kesungguhan keindonesiaanku itu. Baik resmi atau tidak resmi, siang maupun malam, aku ini tetap Presiden Indonesia, bukan presidennya orang Jawa saja. Selama aku jadi Presiden, seluruh mata bangsa Indonesia akan melihat dan memperhatikanku, termasuk pakaian yang aku pakai. Itu sebabnya aku selalu berpakaian rapi dan memakai peci hitam, yang aku harapkan menjadi ciri atau identitas bangsa Indonesia.”
Terhadap pakaian daerah, begini penuturan Bung Karno, “Aku sama sekali tidak anti pakaian adat daerah, bahkan sebaliknya aku pengagum atau penganjur dilestarikannya pakaian adat itu. Hanya bagi pejabat tinggi negara, sebaiknya ada batas-batasnya. Contoh, Gubernur Aceh berpakaian adat Aceh atau Gubernur Bali berpakaian adat Bali, itu baik sekali; mereka itu memang kepala dari daerah yang dipimpinnya. Sedangkan untuk presiden atau menteri, seyogianya tidak berpakaian daerah, karena mereka adalah pemimpin seluruh Indonesia. Nanti bila ia tidak menjabat lagi, barulah bebas dan boleh berpakaian apa saja yang ia senangi.”
Itulah pendapat Bung Karno tentang pakaian adat. Tidak heran, kalau Bung Karno begitu dicintai seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Cinta rakyat yang tulus… sebagai balasan atas ketulusan Sukarno yang rela melepas segala atribut kedaerahan, kepartaian, dan kepentingan pribadinya untuk bangsa dan negara yang begitu dicintainya: INDONESIA.
Sumber