1. Dharavi, Mumbai-India
Terbentang
lebih dari 175 hektar antara Mahim dan Sion, Dharavi muncul sebagai
perkampungan kumuh terbesar di Asia dan dihuni oleh lebih dari 600.000
penduduk. Dharavi punya saingan di Orangi Town di Karachi, Pakistan yang
sangat luas dan penuh sampah. Dharavi menggambarkan dengan jelas
sebagai sebuah saku murah di tengah-tengah kota Mumbai yang mahal,
dimana Anda bisa tinggal di sini dengan murah, cukup 4 US dollar
per-bulan.
Anehnya, Dharavi ternyata juga menjadi tempat bagi
berbagai industri skala kecil seperti tembikar, garmen bordir, kerajinan
kulit, dan peralatan plastik. Bahkan yang tidak bisa dipercaya, total
net income dari penduduk Dharavi hampir mencapai 650 juta dollar. Tapi
Dharavi sama sekali bukan surga - persedian air bersih dan failitas
MCK-nya sangat buruk terutama saat air pasang dan lingkungan yang tidak
sehat ini mengancam kesehatan penduduknya.
2. Rocinha - Rio de Janeiro, Brazil
Berlokasi
di antara distrik São Conrado dan Gávea di Rio de Janeiro, Rocinha
dalam bahasa Portugis berarti lahan pertanian kecil merupakan
perkampungan kumuh terbesar atau "favela" di Amerika Selatan. Posisinya
di atas pinggir bukit dalam jarak satu kilometer dari pantai, Rocinha
dulunya adalah perkampungan kecil yang berkembang cepat menjadi
lingkungan kumuh yang padat. Tapi Anda akan menjumpainya agak sedikit
lebih baik dari yang lainnya karena bangunan-bangunan di sini terbuat
dari bata dan dilengkapi dengan persedian air, sanitasi, dan fasilitas
umum lainnya.
Yang membuat Rocinha berpotensi sebagai lokasi
berbahaya untuk tinggal adalah karena maraknya perdagangan obat-obatan
terlarang di sini. Hal ini sering memicu terjadinya pertarungan antar
genk belum lagi pengejaran-pengejaran oleh polisi yang membuat singgah
dan tinggal di tempat ini sangat beresiko. Populasi di sini mencapai
100.000 kepala yang merupakan kelompok ekonomi bawah dengan tingkat
kematian yang tinggi. Terlebih lagi, Rocinha dibangun di atas lereng
bukit yang curam yang rawan longsor dan juga banjir
3. Kibera in Nairobi, Kenya
Kibera,
berarti 'hutan' dalam bahasa Nubian, merupakan tempat tinggal bagi satu
juta orang, dan merupakan perkampungan kumuh terbesar di seluruh
Afrika. Kebanyakan yang tinggal di sini adalah penyewa yang tidak punya
hak tinggal di gubuk-gubuk yang terbuat dari tanah liat dan dimiliki
oleh tuan-tuan tanah yang mengambil alih Kibera. Masing-masing gubuk itu
bahkan dihuni hingga 8 orang.
Hanya 20% dari Kibera yang
memiliki listrik dan persediaan air bersih yang tidak teratur. Sumber
air yang digunakan di sini juga mengandung kuman kolera dan tipus
gara-gara kondisi saluran air yang buruk. Belum lagi ancaman AIDS serta
absennya pemerintah dalam menangani fasilitas medis. Keadaan bertambah
buruk dengan kebiasaan masyarakat di sini menenggak minuman keras yang
disebut 'changaa'.
Dengan angka pengangguran yang tinggi dan
kebiasaan mabuk membuat kriminalitas di sini tinggi. Obat-obatan
terlarang yang murah pun mudah didapatkan, bahkan ada pula kebiasaan
menghirup uap lem (glue) untuk mabuk. Kehamilan yang tidak diharapkan
pun sering terjadi dan membuat angka aborsi yang tinggi pula. Jadi,
jangan pernah mampir ke sini!
4. Linfen, China
Berlokasi
tepat di jantung kota Shanxi, provinsi di China yang merupakan pusat
pertambangan batu bara dan merupakan salah satu kota yang tingkat
polusinya paling tinggi di dunia. Udara di kota ini dipenuhi dengan debu
dan asap yang sudah menghalangi pandangan. Sekitar 3 juta orang yang
tinggal di sini tiap hari mengkonsumsi air yang mengandung arsenik,
belum lagi dari udara yang mereka hirup yang terpolusi akibat akibat
kendaraan bermotor dan gas-gas beracun lainnya. Anda akan langsung
mencium aroma yang tidak sedap saat memasuki kota ini akibat banyaknya
saluran air yang luber dimana-mana.
Sungai yang mengalir di
sisi kotapun dicemari oleh minyak. Tidak heran penduduk di sini yang
banyak memanfaatkannya beresiko tinggi terserang kanker. Pepohonan di
kota inipun seperti menggambarkan suramnya kota ini. Sepertinya kota ini
adalah pilihan kota terakhir di bumi jika Anda hendak mengirim orang
atau bahkan pasukan perang ke sini.
5. Kabwe, Zambia
Akumulasi
timah dan cadmium di bekas koloni Inggris ini sudah tinggi sejak
ditemukannya tahun 1902 saat Zambia dikenal sabagai negeri yang kaya
timah. Meskipun pertambangan di sini sudah ditutup dan tidak ada lagi
operator yang beroperasi, penduduk Kabwe menghadapi ancaman racun timah
selama beberapa dekade. Test darah pada anak-anak menunjukkan
konsentrasi yang 5 hingga 10 kali lipat dari ambang batas normal.
Baru-baru ini saja Bank Dunia menggelontorkan dananya untuk mengatasi
ini.
6. Chernobyl, Ukraine
Bicara
ancaman polusi dan racun tidak ada yang lebih mengerikan dari
kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl yang menyebabkan 5,5 juta orang
menghadapi ancaman kanker tiroid. Kecelakaan pada tanggal 26 April 1986
itu mengakibatkan radiasi yang volume dan efeknya 100 kali lebih besar
dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Horor terus berlanjut saat
ribuan anak Rusia, Ukrania, dan Belarusia yang tinggal di dekatnya tidak
bisa menghindar dari radiasi.
7. Dzerzhinsk, Russia
Berlokasi
di sisi sungai Oka di Nizhny Novgorod Oblast, Russia, Dzerzhinsk
dinamakan demikian dari pemimpin Rusia Feliks Edmundovich Dzerzhinsky.
Dari awalnya Dzerzhinsk adalah kota industri kimia dan kemudian
dijadikan basis produksi senjata-senjata kimia Rusia. Di sinilah
kemudian kota ini menjadi salah satu kota paling tercemar di dunia
dengan tingkat kematian yang tinggi.
Di Dzerzhinsk, rata-rata
usia hidup laki-laki adalah 42 tahun dan wanita 47 tahun. Angka
kematian yang tinggi dibarengi dengan produksi bahan kimia yang tidak
pernah berhenti seperti racun dioxins, hydrogen cyanide, mostar timah
dan sulfur. Kandungan phenol dan dioxin di perairan Dzerzhinsk melebihi
ambang batas normal hingga 17 juta kali lipat.
8. Mogadishu, Somalia
Mogadishu,
menjadi saksi atas peperangan selama 17 tahun sejak jatuhnya
pemerintahan tahun 1991. Kota ini kemudian menjadi kota paling kacau dan
anarkis di dunia. Selama itu pula di kota ini banyak terjadi kerusuhan
antar suku yang banyak memakan korban dan juga banyaknya terjadi
pemberontakan pada pemerintah menyebabkan kekacauan ini seperti tidak
pernah berakhir. Kekacauan ini membuat banyak penduduknya hengkang dan
membiarkan faksi militer menguasai pemerintahan. Belakangan ini
pemerintah federal yang baru mencoba untuk mengatasinya dan mencoba
menerapkan kembali tatanan hukum yang telah lama diinjak-injak. Tapi
tetap saja, jangan coba-coba melancong ke sini kecuali ingin merasakan
kekacauan maha hebat
Sumber